Kamis, Juni 24, 2010


Bajing Loncat Kartu Kredit!

Perbankan akan saling bertukar informasi tentang para pengemplang tagihan kartu kredit. Ini untuk mencegah aksi para pembobol yang telah merugikan banyak bank.
Andrianto Soekarnen, Kelik Prakosa,Nala Dipa Alamsyah, dan Priyanto Sukandar

Muchlis Ozon Hermawan—bukan nama sebenarnya—adalah contoh seorang bajing loncat kartu kredit sejati. Saat ini, ia telah menunggak pembayaran tagihan kartu kredit pada beberapa bank. Toh, tunggakan itu tak menghalanginya untuk tetap membayar belanjaannya dengan cara menggesek. Sebab, ia masih memiliki kartu kredit keluaran bank lainnya. lanjutkembali

Nanti, jika tagihan dari bank yang terakhir ini tak lagi bisa terbayar, Muchlis masih bisa melakukan aksi gesek-menggesek. Soalnya, dengan segala cara, ia akan bisa mendapatkan kartu kredit dari bank yang lainnya lagi.

Artikel Lain
Lupakan Soal Jaminan
Hadiah Wah demi Dana Murah
Ketika Duit Tak Lagi Menarik
Divestasi: Delapan Berburu Permata
Bajing Loncat Kartu Kredit!
Awas, Bahaya Rush!
Agar Agen Tak Banyak Gombal
Buruk Muka Sang Raksasa
Karena Komisinya Beda
Asing yang Bikin Cemas

Ulah orang seperti Muchlis, yang meninggalkan utang di mana-mana, jelas menggerogoti perbankan nasional. Meski utangnya itu kecil-kecil (sebatas plafon yang sudah ditetapkan bank), kalau seluruhnya dijumlahkan tentu akan menjadi besar juga. Meski begitu, karena utang si Muchlis ini terhitung kecil, pihak bank merasa bahwa usaha untuk memaksa Muchlis membayar utang (misalnya dengan cara mengirim orang ke alamat Muchlis atau dengan membawa kasus ini ke meja hijau) terlalu memakan biaya. Inilah risiko yang dihadapi bank dalam menerbitkan kartu kredit. Sistem pemberian utang ini tak mengenal agunan.

Tapi, ruang gerak orang-orang seperti Muchlis, mulai Agustus depan, mulai terbatasi. Soalnya, saat ini, sudah ada 17 bank yang bersepakat berbagi daftar para pengemplang kartu kredit di masing-masing bank. Dengan cara itu, orang yang pernah mengemplang tagihan kartu kredit di suatu bank tak akan bisa memperoleh kartu kredit dari bank yang lain.
Langkah yang dilakukan 17 bank itu sejalan dengan rencana Bank Indonesia, yang akan membuat Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang Kartu Kredit. Peraturan tersebut, menurut Diah N.K. Makhijani, Kepala Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional Bank Indonesia, akan terbit tahun ini.

Kesadaran tentang pentingnya berbagi negative list pemegang kartu kredit ini muncul seiring meningkatnya persaingan bank-bank dalam menawarkan pelayanan kartu kredit. Untuk menggaet sebanyak mungkin pelanggan, bank-bank dan lembaga keuangan melakukan promosi secara jorjoran. Mereka juga menawarkan berbagai kemudahan dalam hal pengurusan kartu kredit. Dalam persaingan yang seketat sekarang ini, proses penilaian kelayakan calon pemegang kartu kredit—bisa jadi—tidak dilakukan dengan teliti.

Menurut Corina Leyla Karnelis, Sekretaris Asosiasi Kartu Kredit Indonesia, jumlah kartu kredit yang macet hingga saat ini mencapai sekitar 6%-12% dari 4,8 juta pemegang kartu yang ada. Yang dimaksud sebagai kredit macet, kata Corina, adalah tagihan yang tak dibayar nasabah lebih dari 30 hari setelah jatuh tempo. Meski demikian, saat ini sebetulnya belum ada aturan baku tentang definisi kredit macet dalam hal kartu kredit. �Mudah-mudahan PBI tentang kartu kredit segera muncul,� kata Corina.

Namun, soal besarnya kredit macet yang 6%-12% itu, Corina menilai bahwa kisaran persentase tersebut wajar terjadi dalam bisnis kartu kredit. Ini mengingat bisnis kartu kredit merupakan bisnis berisiko tinggi yang tingkat keuntungannya juga tinggi.

Tapi, Anwar Nasution, Deputi Senior Bank Indonesia, menegaskan bahwa persentase kredit macet untuk kartu kredit seharusnya sama dengan standar kredit macet untuk kredit-kredit lainnya, yakni maksimal 5%. Jadi, angka kredit macet sebesar 6%-12%, sebagaimana dikemukakan Corina, sudah di atas batas sehingga bisa dianggap buruk. Itulah sebabnya, kini BI giat membuat PBI tentang kartu kredit dan ikut mendorong perbankan untuk mau saling berbagi negative list, kendati mereka sebetulnya saling bersaing.

BOLEH BERSAING, TAPI HATI-HATI
Ke depan, menurut Diah N.K. Makhijani, daftar yang dibagikan antarbank semestinya tak hanya negative list. Perbankan perlu juga saling berbagi positive list (nasabah yang tak pernah ngemplang). Daftar positif ini juga penting agar perbankan tak memberi plafon kredit yang melebihi kemampuan nasabah. �Kalau satu bank sudah memberi plafon kredit dua atau tiga kali gaji, bank yang lain jangan memberi plafon kredit yang sama,� katanya.

Pernyataan Diah tadi secara jelas menegaskan bahwa peraturan negative list ataupun positive list sama sekali tidak bermaksud membatasi seseorang untuk memiliki lebih dari satu kartu kredit. Kepemilikan lebih dari satu kartu memang tak terhindarkan.

Menurut Anggoro Eko Cahyo, Marketing and Service Manager BNI Card Centre, kepemilikan lebih dari satu kartu bukan disebabkan adanya niat mengemplang atau melebihi batas kemampuan nasabah. Hal itu dilakukan, biasanya, karena nasabah ingin memiliki keleluasaan dalam berbelanja dan untuk mengantisipasi bila terjadi gagal transaksi pada salah satu kartu kredit yang dimilikinya.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Nielsen Media Research (NMR), jumlah pemilik kartu kredit pada tahun 2003 naik dari 2% menjadi 5% dari populasi. NMR melakukan survei terhadap 13.300 responden di 11 kota besar di Tanah Air. Pertambahan pemegang kartu kredit yang pesat ini, menurut Hellen Katherina, Senior Manager Business Development NMR, dikarenakan syarat kepemilikan kartu kredit semakin sederhana. Lantaran kesederhanaan ini, peningkatan terbesar kepemilikan kartu kredit terjadi pada kelompok pengeluaran sekitar Rp 1,75 juta per bulan, yaitu dari 9% menjadi 15%.

Di luar data survei tersebut, data AKKI (Asosiasi Kartu Kredit Indonesia) menunjukkan bahwa satu nasabah secara rata-rata memegang 1,5-2 kartu kredit. Sedangkan jumlah pemegang kartu kredit di Tanah Air diperkirakan baru sekitar 3 juta orang. Angka tersebut tergolong sangat kecil bila dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 220 juta orang. Menurut Dodit W. Probojakti, Koordinator Manajemen Risiko AKKI, potensi pengguna kartu kredit di Indonesia mencapai 15 juta orang.

Jelas sekali bahwa pasar kartu kredit masih terbuka lebar. Makanya, bank-bank akan berlomba-lomba merebut nasabah sebanyak-banyaknya. Tapi, tentu saja upaya menarik hati ini jangan sampai melupakan asas kehati-hatian. Sebab sikap jorjoran tanpa meneliti kemampuan calon nasabah bisa dimanfaatkan para bajing loncat seperti Muchlis bin Ozon tadi.

Majalah Trust/Keuangan/39/2004

Berikan Komentar untuk artikel ini
Lihat Komentar untuk artikel ini



Edisi 09 - 10 Tahun VI
31 Desember - 6 Januari 2007
www.mnc.co.id

Copyright © 2002-2004 Majalahtrust.com. All Rights Reserved. Design by ProWeb APDesign

Sabtu, Juni 19, 2010

TIGA LANGKAH JITU LUNASI KARTU KREDIT


Dikutip dari Tabloid NOVA No. 680/XIV

Pada saat ini, kartu kredit sudah menjadi alat pembayaran yang cukup sering digunakan di masyarakat. Namun demikian, banyak diantara pengguna kartu kredit yang terjebak dalam pemakaiannya. Sebetulnya, tak ada masalah dengan kartu kredit itu sendiri. Yang jadi masalah disini adalah kalau pemakaian kartu kredit itu tidak sesuai dengan apa yang sudah disarankan, bahkan oleh penerbit kartu kredit itu sendiri.

Sekarang, apakah Anda adalah satu dari sekian orang yang punya masalah dengan pemakaian kartu kredit? Untuk mengetahuinya, lihat apakah salah satu kondisi dibawah ini mirip dengan keadaan Anda sekarang:

# Saldo hutang kartu kredit Anda sudah mendekati batas.
# Anda selalu membayar tagihan kartu kredit Anda dari uang yang seharusnya digunakan untuk tujuan lain.
# Anda suka terlambat membayar tagihan.
# Anda ditelepon oleh bank penerbit untuk segera membayar tagihan, atau Anda didatangi oleh seorang yang ramah yang berprofesi sebagai debt collector.
# Anda menunda kunjungan ke dokter, menunda pembelian pulsa isi ulang, menunda ini dan itu, semua hanya karena anggaran keuangan Anda sangat ketat.
# Bila Anda di-PHK atau kehilangan penghasilan, maka Anda tidak akan bisa melunasi tagihan kartu kredit Anda. Jika salah satu dari kondisi diatas mirip dengan apa yang Anda alami sekarang, maka bisa jadi keuangan Anda sedang mengalami masalah yang sangat serius. Karena itu, saya akan memberikan tiga langkah agar Anda bisa keluar dari hutang-hutang kartu kredit itu.


LANGKAH 1 : BAYAR, BAYAR, BAYAR

Suatu hari di bulan Januari lalu, seorang ibu muda bernama Tuti, 29 tahun, datang ke tempat saya dengan membawa persoalannya. Sebagian besar yang ingin ia bicarakan adalah masalah pengelolaan anggarannya, yaitu bagaimana mengatur pemasukan dan pengeluarannya (ibu muda ini punya penghasilan tidak sampai Rp 2 juta). Setelah itu, pembicaraan kami juga menyinggung mengenai masalah kartu kreditnya. Ia punya tiga kartu kredit, yang masing-masing memiliki saldo hutangnya sendiri-sendiri. Setiap bulan, ia biasa membayar minimum untuk masing-masing tagihannya. Pada saat ini saldo hutangnya sebesar hampir Rp 1,5 juta.

"Apakah pada saat ini Anda punya uang untuk membayar semua itu?"

"Maksud Anda, bayar lunas, begitu?" tanyanya.

"Betul, bayar lunas."

Tuti ragu sebentar. "Yah, ada, sih.", katanya.

"Tapi?" tanya saya.

"Tapi itu."

"Tapi apa?" tanya saya.

"Tapi nggak seberapa."

"Oh, ya?" kata saya sambil melihat lagi ke jumlah tagihannya. "Berapa uang tunai yang Anda miliki sekarang?"

"Sekitar Rp 1 juta. Itu juga untuk persediaan dana cadangan."

Saya berpikir, kalau dia membayar tagihan kartu kreditnya dengan uang yang ada sekarang, maka ia tidak akan punya sisa untuk persediaan dana cadangannya. Dana cadangan sebesar Rp 1 juta saja tidak cukup besar, apalagi kalau uang itu masih dipakai untuk membayar tagihan kartu kredit.

"Begini saja" kata saya. Saya lalu mengambil sebuah kertas, dan membuat empat kolom. Pada kolom pertama, saya memintanya menulis nama dari masing-masing bank penerbit kartu kreditnya. Pada kolom kedua, saya minta ia untuk menulis jumlah yang masih menjadi hutangnya pada setiap kartu. Pada kolom ketiga, saya minta ia menulis berapa suku bunga yang dibebankan oleh masing-masing bank penerbit. Di kolom keempat, saya memintanya menulis berapa pembayaran minimal yang harus ia bayar pada setiap tagihan. Dibawah ini adalah hasilnya:

Bank Penerbit --- Saldo Hutang --- Suku Bunga --- Jumlah Pembayaran Minimal
Bank A --------------- 529.100 --------------- 2,75% --------------- 52.910
Bank B --------------- 717.513 --------------- 2,50% --------------- 71.752
Bank C --------------- 203.000 --------------- 3,10% --------------- 50.000
Jumlah ------------ 1.449.613 -------------------------------------- 174.662

Pertama-tama, Anda bilang bahwa Anda tidak punya cukup uang untuk membayar tagihan ini secara lunas. Betul?"

"Betul."

"Kalau begitu, kita akan mencicil saja," kata saya. "Berapa penghasilan Anda setiap bulan?"

"Rp 1,8 juta per bulan."

"Oke. Apa yang harus Anda lakukan sekarang adalah dengan menyisihkan jumlah uang tertentu setiap bulan, untuk digunakan membayar Tagihan Kartu Anda. Tentunya, jumlah itu harus lebih besar daripada jumlah yang harus Anda bayar untuk pembayaran minimum Anda."

"Minimum saya Rp 175 ribu."

"Kalau begitu, Anda harus menyisihkan jumlah yang lebih besar dari pembayaran minimum Anda. Ini supaya hutang Anda bisa cepat habis, sehingga Anda tidak akan terus menerus terkena bunga. Bukan begitu?"

Tuti mengangguk. Disini ia setuju dengan saya.

"Berapa yang harus saya sisihkan setiap bulan?" tanyanya.

"Terserah Anda," kata saya. "Dua ratus, tiga ratus, makin besar makin baik. Tapi saran saya, coba saja Anda sisihkan sebesar 30 persen dari penghasilan Anda."

Tuti berpikir sebentar. "Penghasilan saya sekitar Rp 1,8 juta sebulan."

Saya menghitung di kalkulator. "Tigapuluh persennya berarti Rp 540 ribu per bulan"

"Hah!!???" Tuti melongo.

"Besar sekali. Masak sebesar itu yang harus saya sisihkan untuk membayar hutang?"

"Anda mau cepat habis tidak hutangnya? Kalau hutang itu tidak cepat habis, Anda akan terus kena bunga. Kuncinya disini adalah bahwa hutang Anda harus dibuat makin kecil dan makin kecil."

Tuti berpikir sebentar. "Okelah"

"Terus bagaimana pembagiannya?" kata Tuti lagi. "Apa saya harus bagi uang Rp 540 ribu untuk membayar semua kartu secara sama besar?"

"Tidak, Bu Tuti. Begini. " kata saya. "Pertama-tama, bayar semua kartu Anda secara minimal."

Tuti melihat lagi ke kertasnya. "Itu berarti, total adalah Rp 174.662."

"Betul. Sekarang berapa sisanya? Rp 540.000 dikurang 174.662?"

Tuti menghitung di kalkulatornya. "Rp 365.338"

"Oke gunakan sisa uang Rp 365.338 itu untuk digunakan membayar kartu yang suku bunganya paling besar."

"Lho bukan yang saldo hutangnya paling besar?"

"Bukan, Bu Tuti. Yang suku bunganya paling besar."

Tuti menoleh ke kertasnya. Kartu yang suku bunganya paling besar adalah yang di Bank C. Bunganya 3,10 persen per bulan.

"Kebanyakan orang mengira bahwa prioritas pertama harus ditujukan ke kartu yang saldo hutangnya paling besar. Sebetulnya tidak, prioritas pertama harus ditujukan ke kartu yang men-charge suku bunga yang paling besar. Ini karena suku bunga adalah biaya yang harus Anda bayar. Jadi, wajar kalau Anda membayar kartu yang suku bunganya paling besar terlebih dahulu." Kata saya.

Tuti berpikir sebentar.

"Tapi kartu saya yang C ini saldo hutangnya adalah Rp 203.000. Padahal jatah sisa uangnya tadi Rp 365 ribu"

"Masih ada sisa berarti," kata saya.

"Dikemanain, nih, sisanya?" tanyanya.

"Untuk membayar kartu yang membebankan suku bunga besar berikutnya," kata saya.

Demikian pembaca. Tuti akhirnya bisa menghabiskan hutang kartu kreditnya dalam waktu empat bulan. Sebagai alternatif, bila Tuti ingin membayar kartu kreditnya secara penuh, ia juga bisa mencari aset lain yang ia miliki untuk bisa dijual, dan uangnya bisa digunakan untuk membayar hutang-hutangnya.

Jadi pembaca, bayar tagihan kartu Anda secara lunas. Kalau Anda tidak punya uang, cari aset apa yang bisa Anda jual untuk membayar tagihan itu. Ini karena tagihan Anda akan berbunga, dan bunga itu akan berbunga lagi. Begitu seterusnya. Semua aset yang Anda miliki harus digunakan untuk meringankan - bahkan menghapus - hutang Anda. Bila Anda tidak bisa membayar tagihan Anda secara lunas, maka anggarkan sekitar 30 persen dari penghasilan Anda setiap bulan, dan gunakan itu untuk membayar tagihan kartu kredit Anda secara minimal, dan gunakan sisanya untuk membayar kartu yang suku bunganya paling besar.


LANGKAH 2 : GALI LUBANG TUTUP LUBANG

Bayar tagihan Anda dengan mengambil hutang baru. Ini populer dengan sebutan "gali lubang tutup lubang." "Wah, Pak Safir nggak bener nih," begitu mungkin pikir Anda. "Masak saya harus nutup utang dengan berhutang lagi pada yang lain," begitu pikir Anda lagi.

Saya ingatkan disini bahwa tujuan strategi "gali lubang tutup lubang" adalah untuk meringankan beban hutang Anda. Strategi ini tidak akan membuat saldo hutang Anda berkurang, tapi meringankan beban bunga yang harus Anda bayar. Jadi, strategi ini bisa digunakan tidak hanya dalam membayar hutang kartu kredit, tetapi juga dalam hutang-hutang Anda yang lain. Strategi "gali lubang tutup lubang" akan efektif asalkan ada dua syarat yang terpenuhi:

1. Jumlah pinjaman Anda yang baru TIDAK LEBIH dari saldo pinjaman Anda yang lama.

2. Suku bunga dari pinjaman Anda yang baru HARUS LEBIH KECIL daripada suku bunga pinjaman yang saat ini sedang Anda bayar.

Lihat, gali lubang tutup lubang tidak selalu jelek, kan? Dengan memenuhi kedua syarat tersebut diatas, maka Anda bisa meringankan beban hutang Anda. Begitu juga dalam pemakaian kartu kredit.

Bagaimana prakteknya dalam pembayaran kartu kredit Anda? Kalau Anda punya saldo hutang kartu kredit, maka pada saat ini ada beberapa bank yang menawarkan jasa pemindahan saldo hutang dengan suku bunga yang lebih kecil. Dimana disini Anda bisa memindahkan saldo hutang kartu kredit Anda kepada bank tersebut, dan untuk selanjutnya Anda cukup membayar tagihan itu dengan suku bunga yang lebih rendah dibanding suku bunga pada kartu kredit Anda. Jadi, keuntungannya disini Anda akan mendapatkan 'pemotongan' suku bunga. Lumayan, kan?

Tapi harus diingat bahwa strategi ini adalah cuma solusi sementara, dimana tujuan Anda adalah untuk meringankan beban hutang kartu Anda. Biar bagaimanapun, Anda tetap perlu membayar tagihan hutang Anda. Dan perlu diperhatikan juga, supaya jangan langsung percaya dengan suku bunga rendah yang ditawarkan oleh bank-bank tersebut. Perhatikan dan baca baik-baik penawaran yang diberikan oleh bank tersebut, sebelum Anda mengambil keputusan untuk memindahkan saldo hutang kartu kredit Anda.


LANGKAH 3 : BAYAR SETIAP TAGIHAN DENGAN LUNAS, DAN ATUR PEMAKAIAN ANDA

Disiplinkan diri Anda. Pada saat tagihan datang, dan Anda memang memiliki uangnya, bayar saja tagihan Anda secara lunas. Jangan biasakan tidak membayar tagihan Anda secara lunas. Bila Anda tidak membayar tagihan kartu Anda secara lunas, maka bunganya bisa 'membunuh' Anda pelan-pelan.

Ingat, kartu kredit cuma sebuah cara untuk meminjam uang bank selama sekitar 25-30 hari. Setelah itu Anda tetap harus membayar secara tunai. Bila Anda bisa membayar tagihannya secara lunas, bagus. Tapi bila tidak, maka akan lebih baik bila Anda menghentikan dulu pemakaian kartu Anda.

Tambahan lagi, kalau memang tidak kepepet sekali, jangan gunting kartu Anda. Ingat, ada suatu saat dalam kehidupan Anda dimana Anda berada dalam keadaan darurat, dan tidak punya uang tunai untuk membayar suatu transaksi. Mungkin malam-malam Anda perlu pergi ke ruang Gawat Darurat di RS. Disini kartu kredit Anda bisa berguna kalau Anda tidak membawa cukup uang tunai.

Jumat, Juni 18, 2010

APA YANG TERJADI KETIKA ANDA SUDAH MENUNGGAK KARTU KREDIT? 1-3 BULAN KEMUDIAN.................

Lembar tagihan akan terus datang dengan bunga yang membuat utang makin membengkak. Telepon dari bagian collection atau penagihan akan sering berdering di selular, telepon rumah dan kantor Anda. Bersiaplah dengan nada ketus (bahkan kadang kasar) dari para penagih yang bisa membuat Anda sakit hati. Kebanyakan orang memilih tidak mengangkat telepon atau mengatakan pada rekan dan orang di rumah bahwa Anda tidak ada di tempat. Begitu pula jika debt collector datang menagih ke rumah atau kantor.

Tapi meski begitu, penulis juga ingin berbagi cerita. Seorang teman yang bernasib sial karna kartu kreditnya nunggak mengalami hal yang persis ditulis oleh Erma di Kompas dot com. Teror dan ancaman. Makanya penulis jadi nek banget kalau ngedenger promosi kartu kredit. Kesannya maniiiiiissss banget! Kayak buah semangka yang merah matang. Tapi begitu kita nunggak maka intimidasi ala preman dan debt collector sangar akan kita hadapi. Bulan madu dengan bank usai sudah. Intinya mereka cuma mau untung besar. Murah hati? Jangan mimpi hari gini ada bank bersikap murah hati dengan posisi kita sebagai penunggak. Yang ada adalah teror atau bayar!! Hehehehe…. kayak menghadapi koboi aja ya?

Makanya ketika beberapa hari lalu penulis tiba-tiba dikontak oleh sales promosi kartu kredit sebuah bank, langsung kata “nggak!! nggak!! nggak!!” meluncur tegas. Dirayu gimana-gimana tetap aja mantra “nggak” keluar terus-terusan.

Namun begitu, ada beberapa tips dan info yang pembaca perlu ketahui. Informasi ini penulis dapat dari temen yang menunggak kartu kredit, pengacara kartu kredit, serta beberapa info dunia penunggakan kredit yang biasa terjadi di antara pengusaha. Jadi, untuk memastikan info-info ini, silahkan konfirmasi ke beberapa pihak yang mungkin berkompeten dengan masalah ini seperti pengacara kartu kredit atau orang dalam bank yang punya posisi lumayan dan bertanggungjawab diurusan kredit-kreditan.
Tips menghadapai tagihan bank adalah :

1. Tebalkan telinga dan jangan dimasukan hati. Intinya kita harus tenang. Jangan Panik. Dengarkan saja apa yang mereka sampaikan meski dengan ancaman mencabut nyawa sekalipun. Ini hanya gertak sambal. Kalau mau jawab, kasih aja jawaban standar seperti “baik”, “terima kasih”. Jangan coba-coba mendebat. Tidak ada gunanya. Biar saja mereka bicara terus ditelpon, toh mereka sendiri yang ngebayar pulsanya. Pokoknya, emosi jangan terpancing. Koooolllll aja. Ingat, tetap lah ramah. Semakin ramah, anda semakin menang secara mental.

2. Tidak ada penyitaan. Bank tidak memiliki hak untuk mengambil barang anda tanpa seijin anda karna dalam perjanjian kartu kredit tidakdikenal adanya agunan atau jaminan barang. Jika ini terjadi, laporkan saja ke polisi sebagai pencurian, penggelapan, dan perampokan. Karna si bank tahu aturan mainnya, jadi tidak mungkin muncul penyitaan barang anda.

3. Penawaran Solusi. Setelah pihak bank melakukan intimidasi, berikutnya mereka akan mengundang anda untuk datang membicarakan masalah kartu kredit. Di sini sikap bank mulai melunak dan membaik. Jangan takut. Siapkan saja diri anda untuk bernegosiasi. Berpikirlah bahwa posisi anda dengan bank sejajar. Anda tidak lebih rendah dari bank yang telah memberi kredit. Jadi, PD aja lagi. Bank gak akan berani ngapa-ngapain ke anda karna bank takut anda lari dan jelas bank berkepentingan uangnya balik sementara anda berkepentingan kredit menjadi lunas. Jadi, posisi anda dengan bank adalah 1:1. Dengarkan semua penawaran solusi. Kalau perlu, tanyakan lagi, “apakah masih ada solusi lain?”.

Sebaiknya anda tidak mengambil keputusan saat itu juga. Mintalah waktu untuk pikir-pikir. Berpikirlah dengan tenang di rumah dan mintalah nasehat ke lawyer (jika mampu).
Dalam keadaan seperti ini, posisi anda sebenarnya di atas angin. Bank membutuhkan uang anda, jadi anda bisa menawar solusi mereka dengan penawaran yang lebih menguntungkan anda.

Kabar baik akan menghampiri anda jika pihak bank sudah mulai mengeluarkan kata-kata “anda mampunya bayar berapa per bulan?”. Di sini, mulailah memainkan kartu truf dengan mengatakan “saya hanya mampu bayar cicilan per bulanya sekian (sesuai kemampuan anda, jadi pilih cicilan yang benar-benar tidak memberatkan anda)”.

Atau jika anda punya uang cukup untuk melunasi, mintalah diskon pembayaran kalau perlu hingga 60 persen dari total kewajiban bayar anda. Katakan, anda akan melunasi jika di diskon sekian persen. Dan… kuat-kuatlah ngotot…. ini kuncinya.

Di atas adalah tips ala kadarnya menghadapi tagihan bank. Semua ini tergantung kemampuan persuasif anda. Intinya, hutang memang tetap harus dibayar, tapi masalahnya adalah bagaimana cara pembayarannya dan bagaimana urusan bunga yang sering memberatkan itu bisa dikikis?

Menurut info seorang teman yang pernah berurusan dengan bank, sebenarnya bank yang kreditnya macet di sektor kartu kredit tidak mengalami kerugian apapun jika kita tidak membayar tagihan kartu kreditnya karna beban tagihan ini sudah diganti oleh sebuah perusahaan asuransi. Jadi, kalau tagihannya tidak terbayar sama sekali, bank tidak rugi karna sudah mendapatkan penggantian dari pihak asuransi.

Menurut pendapat penulis, info di atas kemungkinan benar. Tapi bisa juga bukan diganti oleh pihak asuransi, tapi bank telah menjual hak tagihnya ke pihak ketiga atau istilah hukumnya Cessie. Jadi, yang menagih bisa jadi bukan pihak bank langsung, tapi pihak ketiga yang telah membeli hak tagih dari bank. Nah, pihak inilah yang berkepentingan dengan duit kita.

Jadi, jangan cepat kegeeran kalau bank dengan muka manis durian menawarkan kartu kredit. Ukur diri sendiri. Jaman sekarang makan gengsi aja gak cukup.
Semoga info ini membantu.

 

Copyright © 2010 PmaX Online Store

Sponsored by Akio Morita