Kamis, Juni 24, 2010
Bajing Loncat Kartu Kredit!
Perbankan akan saling bertukar informasi tentang para pengemplang tagihan kartu kredit. Ini untuk mencegah aksi para pembobol yang telah merugikan banyak bank.
Andrianto Soekarnen, Kelik Prakosa,Nala Dipa Alamsyah, dan Priyanto Sukandar
Muchlis Ozon Hermawan—bukan nama sebenarnya—adalah contoh seorang bajing loncat kartu kredit sejati. Saat ini, ia telah menunggak pembayaran tagihan kartu kredit pada beberapa bank. Toh, tunggakan itu tak menghalanginya untuk tetap membayar belanjaannya dengan cara menggesek. Sebab, ia masih memiliki kartu kredit keluaran bank lainnya. lanjutkembali
Nanti, jika tagihan dari bank yang terakhir ini tak lagi bisa terbayar, Muchlis masih bisa melakukan aksi gesek-menggesek. Soalnya, dengan segala cara, ia akan bisa mendapatkan kartu kredit dari bank yang lainnya lagi.
Artikel Lain
Lupakan Soal Jaminan
Hadiah Wah demi Dana Murah
Ketika Duit Tak Lagi Menarik
Divestasi: Delapan Berburu Permata
Bajing Loncat Kartu Kredit!
Awas, Bahaya Rush!
Agar Agen Tak Banyak Gombal
Buruk Muka Sang Raksasa
Karena Komisinya Beda
Asing yang Bikin Cemas
Ulah orang seperti Muchlis, yang meninggalkan utang di mana-mana, jelas menggerogoti perbankan nasional. Meski utangnya itu kecil-kecil (sebatas plafon yang sudah ditetapkan bank), kalau seluruhnya dijumlahkan tentu akan menjadi besar juga. Meski begitu, karena utang si Muchlis ini terhitung kecil, pihak bank merasa bahwa usaha untuk memaksa Muchlis membayar utang (misalnya dengan cara mengirim orang ke alamat Muchlis atau dengan membawa kasus ini ke meja hijau) terlalu memakan biaya. Inilah risiko yang dihadapi bank dalam menerbitkan kartu kredit. Sistem pemberian utang ini tak mengenal agunan.
Tapi, ruang gerak orang-orang seperti Muchlis, mulai Agustus depan, mulai terbatasi. Soalnya, saat ini, sudah ada 17 bank yang bersepakat berbagi daftar para pengemplang kartu kredit di masing-masing bank. Dengan cara itu, orang yang pernah mengemplang tagihan kartu kredit di suatu bank tak akan bisa memperoleh kartu kredit dari bank yang lain.
Langkah yang dilakukan 17 bank itu sejalan dengan rencana Bank Indonesia, yang akan membuat Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang Kartu Kredit. Peraturan tersebut, menurut Diah N.K. Makhijani, Kepala Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional Bank Indonesia, akan terbit tahun ini.
Kesadaran tentang pentingnya berbagi negative list pemegang kartu kredit ini muncul seiring meningkatnya persaingan bank-bank dalam menawarkan pelayanan kartu kredit. Untuk menggaet sebanyak mungkin pelanggan, bank-bank dan lembaga keuangan melakukan promosi secara jorjoran. Mereka juga menawarkan berbagai kemudahan dalam hal pengurusan kartu kredit. Dalam persaingan yang seketat sekarang ini, proses penilaian kelayakan calon pemegang kartu kredit—bisa jadi—tidak dilakukan dengan teliti.
Menurut Corina Leyla Karnelis, Sekretaris Asosiasi Kartu Kredit Indonesia, jumlah kartu kredit yang macet hingga saat ini mencapai sekitar 6%-12% dari 4,8 juta pemegang kartu yang ada. Yang dimaksud sebagai kredit macet, kata Corina, adalah tagihan yang tak dibayar nasabah lebih dari 30 hari setelah jatuh tempo. Meski demikian, saat ini sebetulnya belum ada aturan baku tentang definisi kredit macet dalam hal kartu kredit. �Mudah-mudahan PBI tentang kartu kredit segera muncul,� kata Corina.
Namun, soal besarnya kredit macet yang 6%-12% itu, Corina menilai bahwa kisaran persentase tersebut wajar terjadi dalam bisnis kartu kredit. Ini mengingat bisnis kartu kredit merupakan bisnis berisiko tinggi yang tingkat keuntungannya juga tinggi.
Tapi, Anwar Nasution, Deputi Senior Bank Indonesia, menegaskan bahwa persentase kredit macet untuk kartu kredit seharusnya sama dengan standar kredit macet untuk kredit-kredit lainnya, yakni maksimal 5%. Jadi, angka kredit macet sebesar 6%-12%, sebagaimana dikemukakan Corina, sudah di atas batas sehingga bisa dianggap buruk. Itulah sebabnya, kini BI giat membuat PBI tentang kartu kredit dan ikut mendorong perbankan untuk mau saling berbagi negative list, kendati mereka sebetulnya saling bersaing.
BOLEH BERSAING, TAPI HATI-HATI
Ke depan, menurut Diah N.K. Makhijani, daftar yang dibagikan antarbank semestinya tak hanya negative list. Perbankan perlu juga saling berbagi positive list (nasabah yang tak pernah ngemplang). Daftar positif ini juga penting agar perbankan tak memberi plafon kredit yang melebihi kemampuan nasabah. �Kalau satu bank sudah memberi plafon kredit dua atau tiga kali gaji, bank yang lain jangan memberi plafon kredit yang sama,� katanya.
Pernyataan Diah tadi secara jelas menegaskan bahwa peraturan negative list ataupun positive list sama sekali tidak bermaksud membatasi seseorang untuk memiliki lebih dari satu kartu kredit. Kepemilikan lebih dari satu kartu memang tak terhindarkan.
Menurut Anggoro Eko Cahyo, Marketing and Service Manager BNI Card Centre, kepemilikan lebih dari satu kartu bukan disebabkan adanya niat mengemplang atau melebihi batas kemampuan nasabah. Hal itu dilakukan, biasanya, karena nasabah ingin memiliki keleluasaan dalam berbelanja dan untuk mengantisipasi bila terjadi gagal transaksi pada salah satu kartu kredit yang dimilikinya.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Nielsen Media Research (NMR), jumlah pemilik kartu kredit pada tahun 2003 naik dari 2% menjadi 5% dari populasi. NMR melakukan survei terhadap 13.300 responden di 11 kota besar di Tanah Air. Pertambahan pemegang kartu kredit yang pesat ini, menurut Hellen Katherina, Senior Manager Business Development NMR, dikarenakan syarat kepemilikan kartu kredit semakin sederhana. Lantaran kesederhanaan ini, peningkatan terbesar kepemilikan kartu kredit terjadi pada kelompok pengeluaran sekitar Rp 1,75 juta per bulan, yaitu dari 9% menjadi 15%.
Di luar data survei tersebut, data AKKI (Asosiasi Kartu Kredit Indonesia) menunjukkan bahwa satu nasabah secara rata-rata memegang 1,5-2 kartu kredit. Sedangkan jumlah pemegang kartu kredit di Tanah Air diperkirakan baru sekitar 3 juta orang. Angka tersebut tergolong sangat kecil bila dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 220 juta orang. Menurut Dodit W. Probojakti, Koordinator Manajemen Risiko AKKI, potensi pengguna kartu kredit di Indonesia mencapai 15 juta orang.
Jelas sekali bahwa pasar kartu kredit masih terbuka lebar. Makanya, bank-bank akan berlomba-lomba merebut nasabah sebanyak-banyaknya. Tapi, tentu saja upaya menarik hati ini jangan sampai melupakan asas kehati-hatian. Sebab sikap jorjoran tanpa meneliti kemampuan calon nasabah bisa dimanfaatkan para bajing loncat seperti Muchlis bin Ozon tadi.
Majalah Trust/Keuangan/39/2004
Berikan Komentar untuk artikel ini
Lihat Komentar untuk artikel ini
Edisi 09 - 10 Tahun VI
31 Desember - 6 Januari 2007
www.mnc.co.id
Copyright © 2002-2004 Majalahtrust.com. All Rights Reserved. Design by ProWeb APDesign
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar